11 Aku Percaya Padamu

Sebagai tambahan pada malasalah Joey dalam penyesuaian diri di negara yang baru itu, kesehatan saya juga semakin menurun, pergumulan dalam mempersiapkan diri berpisah dari anak-anak, dan pembentukan-pembentukan tangan Tuhan – kami hampir tidak punya uang! Oleh karena saya telah menurunkan jumlah tunjangan anak-anak, pemasukan kami menjadi amat kecil. Seandainya chek anak-anak tiba pada waktunya, maka hal itu tidak menjadi masalah. Namun sering sekali, chek itu lambat keluardari Amerika dan pos membutuhkan waktu paling sedikit sepluh hari.

Saya juga tidak punya persiapan tentang biaya hidup di Israel. Bagaimana sebenarnya bangsa yang kecil ini mengatasi kesulitan hidup mereka disamping masalah-masalah khusus yang mereka hadapi, secara logika sukar untuk saya mengerti. Satu-satunya jawaban bagi saya ialah, bahwa tangan Tuhan ada atas bangsaNya. Bahan makanan tidak begitu mahal kecuali daging dan makanan-makanan khusus, tetapi selebihnya, semua sangat mahal! Dan pendapatan mereka tidak begitu tinggi!

Saya teringat akan „daftar kerinduan-kerinduan“ saya, yang saya gantungkan di atas bak cuci piring di dapur. Diantaranya tertulis, sebuah Rak Pengering Piring dan sebuah Periuk Ajaib. Di Amerika orang membeli rak pengering piring secara otomatis tanpa harus berhitung-hitung. Setiap orang memilikinya! ( Sudah barang tentu, kecuali mereka yang punya mesin cuci piring, tidak lagi memerlukan extra rak pengering piring!) Namun satu hari saya menyadari, bahwa saya sebenarnya tidak membutuhkan hal itu! Sebagai seorang yang datang dari negara kaya Amerika, adalah suatu keanehan bagi saya untuk menerima kenyataan itu, namun saya sama sekali tidak membelinya!

Periuk Ajaib adalah periuk khusus yang dapat digunakan tanpa Dapur Gas atau Dapur Listrik yang memiliki Oven dan yang ada disetiap rumah di Amerika, sementara orang Israel hanya memiliki Dapur tanpa Oven. Oleh sebab itu saya pikir saya memerlukan Periuk Ajaib tersebut. Harganya hanya 40 sikal ( kira-kira $ 6), namun saya membutuhkan waktu beberapa minggu sampai saya bisa membelinya. Kami sering hanya punya uang 10 Sikal ($ 1,25) perhari pembeli makanan. Pada saat itu di Israel 10 Sikal cukup membeli sebuah roti, susu,telur, keju, sebuah wortel, timun, tomat dan tiga buah appel. Dengan Periuk Ajaib saya boleh memasak lebih ekonomis. Namun dalam kesulitan itu, Tuhan tidak pernah meninggalkan kami, sebagai bukti; kami belum pernah tanpa makanan. Tuhan hanya melatih saya untuk melupakan gaya hidup di Amerika.

Tidak berapa lama setelah kami di Israel, saya menerima uang sebagai hadiah ulang tahun dari orangtua saya. Saya tahu bahwa Joey dan Michael akan berkecil hati jika mereka tidak bisa menghadiahkan sesuatu buat saya. (Saya selalu mengajarkan kepada mereka bahwa suka cita memberi adalah sama dengan suka cita menerima) Maka saya mengesampingkan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Saya coba untuk menemukan sesuatu dipertokoan. Tidak berapa lama kemudian kedua anak saya tiba, masing-masing dengan sebuah kotak kado ditangan. Hanya melihat pancaran wajah mereka itu, saya sudah yakin bahwa saya akan benar-benar senang atas apa saja yang telah mereka pilih! Sebenarnya hari ulang tahun saya baru keesokan harinya, namun Michael tidak sabar lagi menunggunya.

„Tolong intip saja sekarang Mam, nanti Mama boleh tutup kembali!“,pintanya. Ketika saya membukanya, saya hampir tak percaya akan apoa yang saya lihat! Joey telah memilih dua gelang indah dan Michael memilih sebuah cincin dan kalung yang amat bagus buat saya. (Firasat saya menyatakan, bahwa benda-benda itu jauh lebih mahal dari nilai uang yang saya berikan pa mereka!).Saya berterima kasih pada mereka dan berjanji bahwa saya akan gembira membukanya keesokan harinya, sebagaimana ketika saya baru saja mengintipnya.

Pagi harinya, ketika mereka berangkat ke sekolah, saya pergi ke toko dimana mereka telah membeli hadiah tersebut. Saya menemui pemilik toko dan menjelaskan bahwa saya adalah ibu dari dua anak yang telah membeli hadiah ulang tahun buat saya kemarin. „Hadiah itu benar-benar indah, tapi uang yang saya berikan tidak akan cukup membayarnya, maka sekarang sementara mereka berada di sekolah saya datang untuk menambah kekurangan uang mereka itu. Mungkin kemarin, anda tidak ingin mengecewakan mereka, sehingga anda bersedia menjualnya dengan harga yang tidak pantas!“ Jawabannya benar-benar ciri orang Israel!

„Tidak, tidak!“, tegasnya. „Saya tidak mengharapkan uang extra! Saya belum pernah melihat anak-anak berbelanja seperti semereka, saya sungguh bergembira atas mereka. Kegembiraan mereka itu sudah cukup sebagai bayarannya!“ dan dia sama sekali tidak mau menerima uang tambahan itu walaupun harga hadiah itu dua kali lebih mahal dari harga yang mereka bayar. Hari itu saya begitu diberkati oleh kebaikannya!

Berbicara mengenai keuangan, bulan Januari adalah bulan yang paling kering. Akhirnya kami hampir saja kehabisan bahan makanan dan kehabisan uang, namun  uang kami dari Amerika masih juga belum tiba. Jenny dan Wolfgang mrengirim bahan makanan buat kami, tapi tentu mereka juga tidak akan mampu terus membelanjai kami. Suatu pagi, sebelum anak-anak berangkat ke sekolah, saya mengajak mereka berdoa. „ Anak-anak, sekarang kita harus berdoa minta pertolongan Tuhan Yesus! Kita tidak punya uang dan tidak punya bahan makanan lagi, Dia telah berjanji akan memelihara kita, kita hanya diminta berdoa!“ Merekapun berdoa dengan doa sederhana dan ketulusan mereka itu, lalu beranjak ke sekolah dengan penuh keyakinan akan jawaban doa mereka itu. Ibu mereka tinggal dengan iman yang kecil dan masih ragu-ragu.

Saya kembali ke kamar kami. „Tuhan, bagaimana mungkin Engkau akan mengecewakan Joey dan Michael! seru saya..Apa yang akan terjadi dengan iman mereka itu ! Bagaimana cara saya menjelaskan pada mereka bahwa Engkau tidak mengabulkan doa mereka, walaupun saya telah meyakinkan mereka bahwa Engkau menjawab doa.“

Sebenarnya bukan mereka yang kurang beriman melainkan saya. Namun pertolongan masih belum tiba. Mereka tiba di rumah dengan serangan-serang pertanyaan! Mam apakah jawabannya sudah tiba di kotak pos! Bagaimana DIA memberikan uang pembeli makanan kita?“Mereka begitu ingin tahu. Betapa kecewanya mereka jika saya menceritakan yang sebenarnya. Tetapi mereka segera sepakat, „Dia masih akan menolong kita! Yang penting kita harus menunggunya!“

Mereka makan bubur sebagai makan siang mereka kemudian pergi bermain. Tiba-tiba saya mendengar namanya saya dipanggil oleh karena telefon. Dengan nafas terputus-putus saya menjawab telefon tersebut . „Saul ingin bertemu denganmu di kantornya,“ demikian saya diberitahu. Maka sayapun segera menemui Saul!

„Silahkan duduk, „ ucapnya. Sebulan sebelumnya saya harus menemuinya dan kami diminta untuk meninggalkan Asra tersebut oleh karena iman. Maka saya heran tentang apa yang inginkan sekarang.

„Eileen,“ mengapa kamu tidak menceritakan bahwa kamu tidak punya uang lagi membeli makanan?“, tanyanya memulai pembicaraan.

Saya hanya terdiam!

Kamu masih di sini dibawah pengawasan saya, dan kamu tahu bahwa saya bertanggungjawab penuh atas hal itu! Saya telah mengurus agar kamu menerima tunjangan bulanan imigrasi dengan catatan bahwa kamu tidak memerlukan tunjangan anak-anak. Kamu hanya perlu membawa surat kuasa ini ke kantor kami di Are Aleph di Asdod, mereka akan memberikan 1400 Sekel padamu. Sebuah kejutan. Lebih dari $ 100 dari orang yang telah meminta agar kami meninggalkan tempat itu sebulan yang lalu, justru orang itulah yang Tuhan pakai untuk menghargai iman anak-anak kecil saya!

Airmat mengalir dipipi saya, hampir tak mampu lagi saya mengucapkan terimakasih! Saya berlari berterima kasih pada Tuhan. Ketika saya betelut, saya menyadari bahwa saya harus membuka Alkitab saya. Tuhan memimpin saya untuk membuka Amsal 30:8

Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku.Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.
Amsal 30: 8-9

Akhirnya saya mengerti sepangjang minggu tersebut, Tuhan telah memberikan kepada kami makanan kami yang secukupnya.“ Suatu pelajaran untuk mengenal batas antara kepuasan oleh kekayaan dan kekhwatiran oleh kemiskinan! Saat-saat yang sulit namun diperlukan. Dia telah melatih saya untuk melepaskan gaya Amerika dan saya telah belajar menerima apa saja yang diberikanNya. Saya hampir saja tidak punya makanan dipiring, Dia memenuhinya!  Ia mengajar saya untuk berharap dari padaNya. Saya kemudian mengerti bahwa banyak hal yang sebelumnya dimata saya sebagai sesuatu yang penting, ternyata tidak sama sekali. Hidup saya benar-benar dibuatNya sederhana. Saya sering tidak kuat khususnya menghadapi pergumulan akan berpisah dari kedua anak saya. (Saya begitu merindukan agar hidup saya jadi berkat bagi mereka!) Kini saya tahu betapa pentingnya saat pembentukanNya.

Malam itu adalah sabat malam, anak-anak dan saya, merayakan malam pengucapan syukur dan saya merekamnya bahkan masih menyimpan kaetnya sampai sekarang. Kami merayakan malam itu sebagai malam pengucapan syukur, bukan hanya karena Dia telah mengabulkan doa kami, tapi juga karena Dia telah menganugrahkan tqhun yang indah buat kami bertiga. Saya akan mengutip doa kami, untuk menyatakan betapa dalam rasa syukur kami kepada Sang Pemelihara kami yang sesungguhnya! Joey mulai dengan mengulang berkat Ibrani atas anggur. Ia tegaskan, „Saya sangat mencintai hari sabat Mam.!“ Kemudian Michael memberkati roti.

Lalu saya berkata, „Yesus, inilah pesta pengucapan syukur bagiMu, sebab Engkau telah mengajar kami minggu ini, bahwa segala sesuatu yang kami terima datang dari padaMU termasuk makanan yang kami makan. Hati ini kami benar-benar diberkati, maka kami akan menyanyikan lagu ini buatMu!“

Lalu kami menyanyikan banyak pujian beberapa di antaranya diiringi dengan permainan harmonika Joey.

Kami memulainya dengan lagu kesayangan kami:

Engkau berjanji akan datang dan turut memikul babebanku,
Engkau berjanji akan selalu menyertaiku
Aku hampir menyangkalinya
Namun sebagaimana janjiMu Engkau datang untuk menepatinya!
Aku ingin mempercayaiMu.

Ref.Dan Yesus berkata –
Datanglah ke sungai dan berdirilah disisiku;
Ku tahu engkau dahaga – engakau takkanmenyangkalinya!
Aku menampung tiap tetesan air matamu.
Aku datang mengingatkanmu, untuk itulah Aku telah mati.

KaruniaMu begitu besar, tak mampu aku memahaminya;
Namun Tuhan, aku tahu Engkau telah merencanakan segalanya.
Aku tahu Engkau di sini sekarang dan untuk selamanya.
Hatiku bersorak-sorai dan kutahu aku dibebaskannya.
Ya, Yesus mengapa Engkau mengasihiku.

Ref.

Lalu kami menyanyikan lagu pavorit kami yang lain, „Rejoice in the Lord Always“, diikuti dengan lagu-lagu lainnya. Saat itu kami tidak perlu lagi merasa takut bernyanyi dengan kuat, sebab setiap orang di kompleksa itu telah tahu tentang iman kami. Akhirnya Michael bilang, „Ayo makan!“ Inilah doa kami

Joey: Saya berterimakasih padaMu atas makanan dan uang yang Engkau berikan pada kami. Terimakasih banyak untuk segala sessuatunya dalam dunia ini! Trimakasih Tuhan! Trimakasih buat makanan ini, yang kami terima atas kemurahanMu. Terpujilah namaMu, Amen.“

Michael: (dengan malu-malu) „Saya berterimakasih atas uang dan makanan ini. Haleluyah. Amen“

Saya: Kami sungguh bersyukur kepadaMu hari raya ini. Jika hari ini adalah hari sabat terakhir bagi kami bertiga sebagai keluarga, kami berdoa agar Engkau menghapus kesedihan kami dan mengubah hidup kami penuh sukacita denganMu. Kami juga berterimakasih atas tahun sukacita yang telah Kau berikan pada kami. Kami juga berterimakasih atas kasihMu yang Engkau nyatakan berkali-kali kepada kami. Kami bertwrimakasih atas makanan yang Engkau berikan bagi kami malam ini. Tanpa Engkau kami tidak akan memiliki apa-apa, Bukan anak-anak? Kami menyadari hal itu, oleh sebab itu, kami menyerahkan makanan ini kepadaMu dan kami memuji namaMu, Amen.“

Michael: „Jangan batuk ke arah meja!“

Sementara makan kami berbincang-bincang tentang segala sesuatu yang telah tuhan sediakan buat kami. Kenangan manis Joey ialah hadiah ulangtahunnya yang tak diduganya. Satu hari, kami duduk di ruang tamu menyusun gambar (Puzzel, mainan terbuat dari kayu atau karton). Satu hari pimpinan perumahan itu bnertanya apakah saya bersedia mengijinkan touris mengunjungi kamar kami, sebab ia sangat menyukai cara saya meria ruangan kami dengan apa yang kami bawa dari Amerika. Maka hari itu, sekelompok touris datang mengunjungi kami. Ketika mereka sedang berada di sana Joey menceritakan bahwa dalam dua hari lagi ia akan genap delapan tahun. Tiba-tiba mereka semua menyanyikan „Happy Birthday“ buatnya dan mereka semua menciumnya dan memnghadiahkan 100 sikal buatnya. Wajah kecilnya begitu cemerlang!

Kami mengakhiri malam itu dengan doa tidur dan beberapa lagu pujian.

Michael: „Yesus, terimakasih untuk makanan dan roti yang lezat, terimakasih juga untuk uang ini. Terima kasih untuk hari yang indah ini.Amen.“

Joey: Yesus saya sangat berterimakasih atas hari yang indah ini. Saya berdoa agar Mama dan kakak saya, segera tertidur dan kami semua akan tidur nyenyak malam ini. Saya juga berdoa agar saya betul-betul bisa cepat tertidur. Terimakasih Yesus, Amen.“

Saya: Oleh karena Joey dan Michael akan segera tidur pada malam hari raya pengucapan syukur ini, atas segala kasihMu yang ajaib bagi kami hari ini, saya hanya ingin berterimakasih atas segala berkatMu bagi kami hari ini Tuhan. Dan oleh karena Joey dan Mike akan segera kembali ke Amerika, saya mohon agar Engkau memenuhi hati mereka dengan sukacitaMu dan berilah mereka hari-hari bahagia Tuhan. Tolong mereka untuk mengerti bahwa perpisahan itu tidak akan lama kemudian kami akan bersama kembali unntuk selamanya. Atas segala kasihMu, saya memuji namaMu. Peluklah Josef dan Mike malam ini ya Tuhan! Lindungi mereka agar mereka mendapat mimpi baik malam ini. Dan biarkanlah mereka bersukacita dan terpelihara dalam kasihMu sepanjang hari besok juga. Kami berdoa dalam nama Yesus yang mulia Amen...Apa yang paling kalian sukai dari semua yang kalian lihat di Israel? Jerusalem? Betlehem? Eliat?Danau Galilea?“

Joey: „Saya suka Masada. Tempat itu membuat saya sering hampir menangis.“

Mike:“Yah, wauh, saya juga suka Masada!“
Saya: „Teringat pada Jerusalem ketika kita pertama kali pergi kesana, betapa indahnya ? Dan kamu Joey, untuk pertama kali kamu menunggang Unta di sana, bukan?
Joey: „yah, benar, saya sama sekali tidak takut!“
Mike: Mam, saya punya ide! Seharusnya Mama tidak beli makanan hari ini melainkan membeli sebuah mobil besar!“
Kami semua tertawa.
Me: „Ya, sayang Tuhan telah memberikan kita uang banyak hari ini, tapi tidak sebanyak itu!“

Kemudian Michael menyanyikan dua lagu Ibrani yang dipelajarinya di sekolah, „Shalom Yeladeem Toveem“ (Damai, Anak-anak Baik) dan „Ha Yom Shabbat Shalom“ (Hari ini, Sabat Damai). Akhirnya Joey menyanyikan lagu „gubahannya“ sendiri:

Yesus itu ajaib, Yesus itu ajaib,
Ia mengasihi setiap orang!
Ia mengasihiku, Ia mengasihiku!
Yesus itu ajaib, Yesus itu ajaib,
Ia mengasihiku dan kau!
Yesus mengasihiku dan kau!
Yesus itu ajaib.
Ya, Dia ajaib.
Yesus itu ajaib. Dan Ia mengasihimu dan saya.“

Saya tahu bahwa di telinga Tuhan gubahannya ini adalah sebuah karya agung.

Demikianlahi malam pengucapan syukur kami tersebut berakhir. Betapa hal itu membuat kami merasa akrab dan dipenuhi berkat Tuhan!

Belajar hidup dengan sedikit uang adalah pelajaran yang amat berat, khususnya pada bulan-bulab terakhir sebelum kami berpisah. Tetapi dalam banyak hal, keadaan itu membuat kami lebih dekat pada Tuhan dan pada sesama, oleh karena kami sama-sama belajar berharap daripadaNya.

Walaupun waktu tujuh minggu telah berlalu sejak saya menelefon teman-teman di Amerika untuk membantu kami, namun sampai sekarang kami tidak mendengar berita apa-apa. Tidak ada surat, tidak ada kartu, dan tidak ada sepeser uang pun tiba. Tujuh minggu adalah waktu yang amat panjang, jika setiap hari dalam tiap minggu saya dengan penuh pengharapan membuka kotak pos, namun setiap hari dalam setiap minggu saya kembali dengan tangan kosong. Pendeknya yang paling mengecewakan bukan hanya karena kami tak punya uang, tapi dimanakah dunia dengan semua teman-teman saya?

Pada suatu hari jumat pagi, menjelang penghujung bulan januari, kembali saya membuka kotak pos ternyata lagi-lagi kotak itu tetap kosong. Hari itu saya sama sekali tidak punya uang. Bahan makanan kami telah habis. Uang tunjangan dari Amerika masih juga belum tiba, sedang uang yang dari Saul sebulan sebelumnya sudah terpakai. Dalam dua jam lagi pertokoan akan tutup dan itu berarti kami akan hidup tanpa apa-apa selama dua hari. Dengan rasa dihempaskan saya terduduk di tangga asrama di luar di bawah mata hari. Saya tahu suatu hari tiket kami ke Amerika akan tiba, itulah sebabnya saat-saat menanti itu sangat menyakitkan. Sekarang di asrama ini, kami tanpa apa-apa sama sekali.

Dalam hal ini, keadaan membuat saya begitu lemah, sehingga saya tidak bisa percaya bahwa Tuhan masih akan menyediakan jalan keluar. Kami telah sering melalui jalan iman yang demikian, namun kali ini saya tidak punya gairah lagi untuk beriman. Hari itu saya lebih memerlukan makanan, uang dan teman! Saya tahu bahwa saya merasa belaskasihan pada diri sendiri dan oleh karena itu saya merasa berhak untuk membela diri dalam kekewaan tersebut

Tanpa sadar, pastilah saya telah menjadi bahan perhatian orang yang lalu lalang dari tangga asrama tersebut! Ketika saya masih terduduk di sana, Helga pimpinan perwatan kompleks itu menghampiri saya. Sejak tujuh minggu ia tidak pernah lagi mencakapi saya. Saya telah mengamatimu selama tujuh minggu ini dan saya tahu bahwa engkau percaya pada Yesus. Saya tahu pastilah engakau telah banyak mengalami kesulitan sejak hari itu, namun saya selalu melihatmu dalam keadaan sukacita, maka saya sangat heran melihatmu begitu sedih hari ini!

Lalu ia mengulang kata-kata yang saya katakan padanya awal desember yang lalu, ketika kami bercakap-cakap. „Jangan bimbang, apapun juga malahmu, Tuhan akan menyelesaikannya.“, lalu memeluk saya dan pergi.

Makna ucapannya mulai menyentuh hati saya. Saya mulai merenungkan semua ucapannya. ....Sejak tujuh minggu, dia telah mengamati saya...Sejak tujuh minggu, setiap orang di kompleks itu telah mengetahui tentang iman saya pada Yesus. Oleh karena mereka tidak lagi mencakapi saya, maka saya tidak pernah berpikir bahwa mereka mengamati saya. Saya jadi terheran-heran! Saya mulai mengerti bahwa kesempatan itu telah menjadi kesaksian akan akasih Yesus yang jauh lebih efektif daripada saya menginjili mereka dari kamar ke kamar. Saya menjadi sangat bersyukur, karena walaupun kesulitan bertumpuk-tukmpuk, namun kasihNya masih terpancar! Saya begitu gembira, sehingga dengan spontan saya menaiki tangga menuju kamar kami. asementara saya masih dala doa mengucap syukur, saya mendengar ketukan di pintu. Lagi lagi Helga. „Saul ingin bertemu denganmu di kantornya, lihat saya bilang semua akan beres bukan“? Saya memeluknya dan saya berlari menuruni tangga menuju kantor Sul.

Lagi-lagi Saul mengetahui bahwa kami tidak punya uang, maka saya pikir dia telah menemukan jalan kelaur lain untuk membantu kami, maka ia memanggil saya untuk memberikan sesuatu. Sebaliknya khabar yang disampaikannya adalah khabar yang sangat mengejutkan saya.

„Tiket itu sudah tiba dan kalian boleh meninggalkan tempat ini setiap saat. Perwakilan di Jerusalem ingin bertemu denganmu hari minggu dengan Paspor.“ Ia memberikan ongkos bus ke Jerusalem dan sedikit uang pembeli makanan untuk hari sabat. Segera setelah ia selesai berbicara, saya langsung pergi ke toko untuk berbelanja sebelum toko tutup. Saya begitu yakin bahwa uang bulan Januari pasti telah menanti kami bersama dengan tiket, sebab sekarang sudah hampir Februari, maka saya menghabiskan uang itu untuk membeli makanan.

Ketika saya tiba di rumah, saya segera meletakkan belanjaan saya dan saya berdiam diri sejenak untuk menguji perasaan saya menanggapi berita yang disampaikan Saul itu. Beberapa minggu saya telah menekan perasaan untuk mengelakkan kepedihan akan berita itu dan saya tidak mampu membayangkan bagaimana sebenarnya reaksi saya jika berita itu benar-benar akan menjadi kenyataan. Kenyataan itu adalah pukulan terakhir. Beberapa hari lagi kami akan berpisah. Saya akan kehilangan kedua anak saya. Saya tidak bisa lagi menyiapkan makanan mereka, mencuci pakaian mereka, memarahi mereka dan bertengkar dengan mereka. Sebelumnya, sepanjang hidup kami selalu bersama, bagaimana mungkin saya bisa hidup satu hari tanpa mereka. Saya diliputi oleh kenangan-kenangan khusus yang selalu kami lakukan bersama-sama, khususnya hal-hal yang membentuk kepribadian mereka. Saya tidak akan menerima lagi gambar yang dilukis Mike setiap hari. gambar sederhana dan lucu. Saya tidak akan menikmati kekaguman-kekaguman saya menikmati penemuan-penemuan Joey dan kreatifitasnya yang luarbiasa jika ia membangun Lego. Saya akan sungguh kehilangan saat-saat dimanjakannya – membawakan telur dadar, sarapan saya di tempat tidur pada pagi hari sabat. Michael tidak akan meloncat lagi kepangkuan saya minta dielus-elus atau mengajarkar lagu baru yang dipelajarinya di sekolah buat saya. Tidak ada lagi anak kecil akan saya bangunkan tiap pagi dan yang ngantuk untuk digendong ke tempat tidur setiap malam. Tidak ada lagi anak-anak manis dengan siapa saya berbincang-bincang,tertawa, berdoa dan bernyanyi. Saya selalu mengelakkan perasaan sedih saya sejak saya menulis surat pada Joe tentang kepulangan mereka. Saya rasa hanya Tuhan yang tahu kejolak perasaan saya saat itu dan hanya Dialah yang mampu menghapus air mata saya.

Anak-anak tiba dari sekolah, saya tahu bahwa mereka tidak akan terluka jika mereka melihat saya menangis. Mereka tahu bahwa airmata saya adlah untuk mereka, dan mereka tidak akan pernah meragukan kasih sayang saya pada mereka bahkan betapa hancurnya hati saya akan perpisahan itu.(Saya selalu katakan kepada mereka, bahwa mereka adalah anak-anak yang beruntung. kebanyakan anak-anak hanya punya satu pihak orangtua atau dua pihak yang mengasihi mereka dengan segenap hati, tetapi mereka bahkan punya TIGA!).

Saya memeluk mereka berddua dan menjelaskan bahwa tiket itu telah tiba. Kami bertiga menangis bersama-sama. Tetapi kemudian kami bisa berbincang-bincang tentang hal-hal yang akan mereka nikmati bersama ayah mereka dan ibu tiri mereka itu. Kami bercerita tentang segala sesuatu yang telah mereka tinggalkan dam betapa gembiranya mereka bila mereka bisda kembali bertemu dengan teman-teman dan keluarga, setelah sekian lama berpisah. Pembicaraan tersebut tentu menolong mereka, tetapi jauh lagi lebih menolong saya!

Hari minggu berikutnya kami berangkat menuju Jerusalem. Uang di tangan saya persis hanya untuk ongkos sampai ke tujuan. Ketika kami tiba di kantor perwakilan Jahudi, ternyata mereka hanya ingin memeriksa paspor saya, baru kemudian akan memproses segala sesuatu yang berhubungan dengan keberangkatan kami. Mereka menjelaskan bahwa tiket tersebut benar-benar sudah ada tapi uang sama sekali tidak ada. Saya menjadi terpelongok.Saya berpikir bahwa kami harus menginap di rumah seorang teman di Jerusalem malam itu, tapi saya sama sekali tak punya uang lagi untuk membayar ongkos bus, apakah kami harus tidur di jalanan ?  Akhirnya pegawai di sana memberikan uang secukupnya, lalu kamipun berangkat menuju tempat terdekat, yaitu rumah Richad.

Ketika kami tiba di sana, kami menjadi bingung karena tidak ada orang dirumah. Sementara itu waktu makan siang sudah berlalu. Kami mengorek dompet dan saku-saku kami. Dan setelah kami mengumpulkan segala sesuatu yang masih sisa, kami hanya bisa membeli sebotol Sodawater dan tiga potong roti. Namun oleh karena kami benar-benar kelaparan, maka tiga roti tersebutpun telah menjadi santapan lezat kami. Kami duduk di halaman rumah Richard. Udara amat dingin sehingga kami harus berpelukan untuk menghangatkan tubuh kami. Iman kami menjadi amat kuat, sebab kami telah punya banyak pengalaman. Biasanya kalau terjadi kesulitan diluar perhitungan kami, di sa akan segera terjadi kejutan dari atas!

Kami menunggu lebih kurang dua jam sampai Richard kemudian tiba. Dia begitu kasihan menemukan kami kedinginan diluar. Dengan buru-buru ia membuka pintu buat kami. Ia pun memperlakukan kami seperti tamu agung! Semua sisa makanan sabatnya yang lezat, ia berikan pada kami. Kami merasa bagaikan sedang berada disebuah pesta besar! Dia juga menghangatkan kami melalui kehangatan persahabatannya, teh panas, makanan panas dan mencukupi ongkos bus kami menuju tempat kami menginap malam itu.

Keesokan harinya Ridchard mengatur pertemuan kami dengan seorang percaya di Garden Tomb (pekuburan), kemudian kami akan makan siang bersama di Old City. Richard punya talenta pelayanan mempertemukan orang-orang percaya bukan hanya di Jerusalem tapi di mana saja di seluruh dunia. Dia cukup berkata, „Saya mau mempertemukanmu dengan...“kemudian karya Tuhan akan nyata. Sungguh hal yang luar biasa. Hari ini tidak terkecuali.

Kunjungan kami ke Garden Tomb adalah pengalaman istimewa! Pekuburan itu dekat sekali ke Golgata. Banyak orang, percaya bahwa di situlah Yesus dikuburkan. (namun akhir-akhir ini hal itu diragukan). Walaupun demikian yang jauh lebih penting dari keakuratan sejarahnya, tempat itu telah menjadi tempat yang menghangatkan hati para pengembara. Cahaya kebangkitan terpancar dengan jelas. (Tentu itulah yang terpenting dari segaalanya- fakta bahwa DIA BANGKIT!)

Wanita percaya yang akan kami jumpai adalah orang Swis bernama Constance. Sementara kami masih berbincang-bincang, saya mulai merasakan kagum akat kekuatan yang dimiliki Yesus pada saat-saat penderitaanNya. Komentar saya tersebut sangat mengejutkannya, sebab dia tahu hanya sedikit orang kristen Amerika yang siap menghadapi kesulitan yang telah terbentang di depan! Percakapan kami sangat menyenangkan. Kami duduk di satu pjok yang sepi. Mata hari di Jerusalem bersinar dan memberikan kehangatan buat kami, sementara anak-anak menyelusuri seluruh taman yang mengelilingi pekuburan itu. Sebelum kami menjumpai Richard untuk makan siang, ia menjelaskan bahwa dia ingin menunjukkan sebuah tempat pada saya. Untuk menyenangkan anak-anak, kamipun berjalan menelusuri Old City dan persis sebelum kami memasuki via Dolorosa (Jalan Salib), wanita itu menuntun saya ke sebuah gereja kecil.

„Sekarang perhatikan baik-baikt“, katanya. Di dinding, di dibelakang kami terpampang sebuah lukisan tangan yang mengungkapkan sejuta kata. Lukisan yang menggambarkan manusia dari segala bangsa dengan masing-masing sebuah salib dipundak berjalan dipermukaan bumi. Kebanyakan manusia dalam gambar tersebut memikul salibnya dengan pandangan mengarah ke tanah, sehingga mereka kelihatan seolah-olah memikul salib yang beratnya dua kali lipat dari yang sesungguhnya! Hanya sedikit dari mereka yang masih dapat mengangkat wajah dan memandang ke depan sambil membayangkan bahwa Yesus sedang berjalan di depan mereka. Setiap orang yang memandang kepada Yesus, tetap masih memikul salib, namun expressi wajah mereka memancarkan sukacita! (Dengan kata lain, setiap orang yang hanya memandang ke bawah, tidak dapat merasakan kehadiranNya di situ)

Saat itu kembali Yesus membahrui hidup saya. Oleh karena Constance membawa anak-anak ke miniatur, maka saya punya sedikit waktu untuk merenung sendirian dengan tenang.Dengan cucuran air mata oleh rasa syukur atas kasihNya yang ajaib, saya bertelut di hadapanNya di sebuah chapel kecil. Oleh jamahan tanganNya yang lembut, segala kesedihan saya telah berubah menjadi sukacita.Hanya dengan mengetahui bahwa Dia mengenal perasaan saya yang terdalam untuk melepaskan kedua anak saya itu, cukup memampukan saya untuk kembali memandang ke depan. Saat itu kekuatan kasihNya telah meliputi perasaan saya dan saya tahu bahwa wajah saya saat itu sedang mmelukiskan sukacita seperti pada wajah-wajah sukacita mereka yang memandang pada Yesus itu. Kemudian hari saya sering dikutakan melalui pengalaman ini.

Kami harus buru-buru agar kami tiba pada waktu yang dijanjikan untuk makan siang bersama dengan Richard. Ia membawa kami lebih dahulu ke arah di mana Yesus di hina dan caci dan sisa „permainan raja“ dari 2000 tahun yang lalu itu masih dapat terlihat di trotoar tersebut! Oleh karena Yesus telah memnuhi hati saya dengan kesengsaraanNya saat itu, maka hal itu sangat tepat dengan keadaan saya. Richard juga menunjukkan waduk di bagian bawah trotoar yang sampai sekarang digunankan sebagai tempat penyimpanan air. Joey, Michael dan saya, kami saling memandang dengan mata terbelalak! Kemudian Ia membawa kami berempat ke sebuah restoran kecil di daerah Islam di Old City. Kedua anak itu begitu gembira!

Sementara kami menunggu makanan pesanan kami, Richard bercerita bahwa ia telah menceritakan pengalaman kami sehari sebelumnya ketika kami harus menunggu Richard kedinginan diluar.kepada dua orang ibu Norwegian, mereka sangat tersenruh oleh kejadian itu, maka dengan spontan mereka minta agar saya menyampaikan uang ini buat kalian, ucapnya sambil menyerahkan 200 Sikal pada saya!

„Ja, saya juga merasa digerakkan Tuhan untuk memberi persembahan bagimu!“, ucap Constance sambil mengulurkan 400 Sikal! Dalam sekejap mata kegelapan telah berubah menjadi terang sebagaimana jalan hidup orang percaya. Sejak lama saya tidak lagi meraakan kasihNya yang sedemikian ini, bagaikan hujan lebat di padang gurun.

Setelah makan siang saya dan anak-anak menemani Richard ke Bukit Olive. Ketika kami tiba di sana saya sungguh mengagumi Yerusalem yang terbentang di depan kami! Dari sana Richard membawa kami ke sebuah Toko Alkitab, disana kami dipertemukan dengan seorang percaya bernama Heinz. Beliau memberikan 300 Sikal sambil mengucapkan selamat jalan untuk perjalanan kami ke U:S:A! Selain itu saya juga melihat seorang ibu yang pernah saya kenal secara kebetulan. Beliau sangat buru-buru maka kami hanya berbincang sekedar saja, namun beliau memperingatkan saya. „Ketahuilah, di Amerika tidak akan banyak orang yang dapat menerima keputusanmu untuk melepaskan kedua anakmu itu!“ Saat itu saya tidak dapat mempercayai bahwa akan ada orang yang salah mengerti tentang keputusan sayau tersebut, namun kemudian ucapannya benar-benar sebagai ucapan nubuatan. Beliau mememeluk kami satu-persatu sambil mengucapkan selamat jalan.

Untuk mengakhiri hari yang penuh dengan kejutan itu, Richard melambaikan tangan ketika kami menaiki Bus kembali menuju Asdod.

Jenny datang malam itu mengunjungi kami, tapi anak-anak sudah tidur. Sementara saya menceritakan pengalaman kami hari itu, saya mengeluarkan semua uang yang kami terima. Kami sangat heran ketika saya menjumlahkan semuanya! Dua hari sebelumnya saya tiba dengan tangan kosong di Israel. Empatpuluh delapan jam kemudian kami mengumpulkan 1000 Sikal! Lebih dari 100 $! Saya telah mendoakan uang pembeli sepatu terakhir dari saya, ibu mereka, sebab sepatu mereka sudah sangat rusak demikian juga uang pangkas mereka. Kini Tuhan menjawabnya!

Hari berikutnya saya menelepon Joe untuk memberitahukan bahwa segala sesuatu telah siap sehubungan dengan keberangkatan kami ke Amerika. Saya menelepon hari Selasa tgl.31 Januari 1977 dan kami akan terbang pada hari Jumat tgl.3 Februari.

„Aduh sayang sekali“ jawabnya. „Apakah tidak mungkin lagi menunda keberangkatan itu sampai hari Senin? Kami sedang mempersiapkan kamar mereka dan telah mengelaurkan 500 $ untuk membeli tempat tidur dan perabot mereka, namun semuanya belum tiba sebelum hari senin!“ Dia juga melanjutkan bahwa dia dan Jude telah mengambil cuti satu minggu setelah ketibaan kami agar mereka berdua sungguh dapat menyambut kedatangan anak-anak dan menolong mereka untuk lebih cepat kerasan. Kasih sayang mereka pada Mike dan Joey sungguh melegakan hati saya.

Saya berjanji akan mengirim telegram utuk memberitahukan tentang ketibaan kami secara detail. Saya juga minta dia menelefon teman saya Jean sekaligus minta agar Jean menolong membawa saya dari Airport ke rumah. Saya menggantungkan telefon itu dengan penuh kebahagiaan. Tuhan telah menghadiahkan kami tiga hari lagi lebih lama untuk bersama-sama.

Beberapa hari berikutnya kedua anak saya telah menerima sepatu baru mereka itu, dan pada Sabtu malam kami menikmati acara kesukaan kami untuk terakhir kalinya, yaitu makan escream dan Falafel. Tapi semuanya berlalu begitu cepat.

Pagi hari keberangkatan kami, pihak Imigrasi menyiapkan pengangkutan buat kami sampai ke Airport. Saya agak heran melihat segala sesuatunya telah diorganisir dengan sangat hati-hati dan offisiel. Namun beban di hati saya jauh lebih berat, sehingga saya tidak bwegitu menghiraukan geganjilan itu.

Salah seorang dari pihak perwakilan Jahudi mendampingi kami sampai ke Airport, dan ketika kami tiba di Ben Gurin, ia didampangi oleh seoarang lain lagi untuk mengawal kami. Kami benar-benar dikawal melewati bagian security dan semua barang kami diperiksa dengan seksama. Lagi-lagi saya menjadi heran.

Tidak lam kemudian penerbangkan kami diumumkan. Ketika kami siap untuk memasuki pesawat, seorang petugas mendatangi saya, „Tolong serrahkan ‘teudat oleh’.“ (Maksudnya ialah kartu Immigrasi kami)

“Mengapa?“ Tanya saya. „Saya masih mau kembali ke Israel!“

„Hal itu kan di file untukmu di Asdod“, jawabnya meyakinkan saya. „Anda dapat memintanya kembali pada saat ketibaan Anda di sini kelak.“ Saya semakin heran, namun saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya menyerahkan kartu tersebut dan memasuki pesawat.

Semuanya begitu cepat, kami kini sedang dalam perjalanan. Hari yang sangat buruk buat saya! Saya tau tiap detik pesawat itu membawa saya lebih dekat ke Amerika dan mempercepat detik-detik yang akan memisahkan saya dari kedua anak saya. Mereka duduk di sebelah kiri dan kanan saya di pesawat dan saya mencoba sebahagia mungkin untuk menutupi kabut yang meliputi hati hati saya. Saya mencoba untuk mengingat kata-kata mereka. Saya membayangkan cara mereka memandang, tersenyum, tertawa dan bertengkar satu sama lain. Setiap jam saya memberikan hadiah-hadiah kecil yang selalu saya siapkan jika kami dalam perjalanan. Setiap kali mereka membuka hadiah mereka itu, hati saya menjerit, „Tuhan beberapa jam lagi kami akan berpisah. Bagaimana saya akan menghadapi itu? Bagaimana Tuhan?“

Saat yang paling menyedihkan buat saya ialah, ketika saya mengepak barang-barang mereka itu. Tiap potong pakaian mereka, tiap mainan dan setiap benda, punya kenangan khusus. Dan setelah saya melipat dan memasukkannya di tiap-tiap tas, hati saya seolah-olah ikut serta didalamnya. Betapa memilukan untuk membayangkan bahwa, mulai saat itu saya tidak akan mencuci dan melipati baju-baju mereka itu lagi melainkan orang lain.

Pergumulan yang terdalam itu tidak dapat dibendung lagi, ketika mereka mulai tertidur. Saya mulai menagis dan menangis, namun kesedihan saya terus menguasai saya. Saya mulai mengenangkan bunyi nafas mereka jika mereka tidur lelap. Saya dipenuhi dengan sejuta kenangan!

Ketika pesawat landas di London, saya tidak dapat membendung airmata saya. Saya benar-benar tidak berdaya lagi. Kami punya waktu dua jam di sana, sesuatu yang baik untuk menetralisir keadaan. Kami makan makanan kecil bersama-sama dan mereka sangat sibuk memperhatikan aneka ragam manusia dari segala bangsa!

Akhirnya ketika pesawat tiba di New York, saya ingin membenamkan mereka dalam pelukan saya dan memohon agar Tuhan merubah keputusanNya. Perasaan yang amat meragukan, namuns saya sudah tau apa jawab Tuhan. Ketika kami berjalan bersama-sama meninggalkan pesawat menuju gerbang periksaan, saya mengharapkan agar saat tetap untuk selama. Hati saya amat keras, –namun saya sadar bahwa, di belakang pintu keluar itu, mereka bukan lagi milik saya.

Michael mulai batuk lagi, sehingga kami harus memperlambat jalan, demi menunggunya. Ketika kami tiba di gerbang periksaan kami dapat melihat teman-teman dan keluarga, yang sedang menunggu penunmpang pesawat yang baru tiba itu di bagian atas. Anak-anak segera dapat melihat Ayah mereka dan Jude. Untuk seketika, kesedihan saya menjadi lenyap ketika saya merasakan lambaian kasih sayang mereka itu menyambut anak-anak.Cindy (salah seorang teman dari Gereja) dan Jean datang menjemput saya dan diwajah mereka terpancar ucapan selamat datang!

Semua berlalu dengan cepat, kebiasaan kami telah berakhir dan kini kami menuju pintu keluar.

Segala sesuatu yang terjadi kemudian saya masih ingat. Saya benar-benar merasa terkuras dan menjadi seperti seorang penonton. Joe dan Jude begitu gembira melihat mereka dan saya teringat akan aktivitas-aktivitas kami ketika kami tinggal terpisah. Jean dan Cindy membantu mengambil barang-barang saya dan kami menunggu sementara Joe memasukkan barang-barang anak-anak ke mobil mereka. Setelah selesai saya memeluk anak-anak sambil menjanjikan pada mereka bahwa saya akan mengunjungi mereka akhir pekan. Ada kekuatan yang menolong saya untuk tidak mencucurkan airmata sampai mobil mereka menghilang dari pandangan saya.

Saat itu saya merasakan rasa kesepian yang terdalam yang belum pernah saya alami sepanjang hidup.