– I –
„Putih bersih dan merah cerah kekasihku,
menyolok mata di antara selaksa orang...
segala sesuatu padanya menarik
Demikianlah kekasihku,
emikianlah temanku
hai putri-putri Yerusalem...“
Kidung Agung 5:10+16
1 Perampasan Sekolah
Ketika itu adalah musim panas tahun 1973. Anak saya yang tertua bernama Joey sudah seharusnya masuk sekolah pada musim gugur. Kami tinggal di Amerika Serikat, di sebuah kota kecil New England. Sistim sekolah di sana benar-benar sangat ketinggalan. Menurut saya terlalu sedikit pengertian tentang kebutuhan anak-anak maupun usaha untuk membangkitkan semangat belajar alamiah yang mereka perlukan. Kesan saya, kepala sekolah maupun guru-guru setempat tidak begitu menyukai anak-anak. Saya sangat mencintai semangat hidup anak-anak saya yang masih kecil-kecil dan saya tidak rela hal itu menjadi hancur begitu saja melalui cara belajar abstrak selama 6 jam/hari dari papan tulis:
Pada suatu kesempatan minum Teh pagi hari dengan teman baik saya Yvonne, seorang wanita muda dari Wales saya membicarakan hal itu dengannya. Anak sulungnya sudah masuk sekolah, keadaannya sangat memprihatinkan, sementara adiknya sama usianya dengan Joey. Secara spontan dan yakin teman tersebut berkata: „Ja“ „Mengapa kita tidak membangun Sekolah kita sendiri ? Jika kamu membukanya, saya akan mengajar.“ Dengan demikian lahirlah ekolah yang kami namai ‘Pusat belajar Kreatif’.'
Tepat pada permulaan pelajaran Musim Gugur kami dapat ijin membuka sebuah Taman Kanak-kanak. Kami punya dua ruangan di ruang bawah sebuah Gereja, seorang Guru bahasa Prancis dan seorang guru Musik dan Olah Raga – keduanya menyediakan diri sebagai tenaga sukarela – dan 20 orang murid. Mereka semuanya dalam usia Taman Kanak-kanak. Kami membuka Sekolah itu di Bristol, sebuah kota yang lebih besar dekat kota kecil dimana kami tinggal. Kami melandaskan pembayaran Uang Sekolah berdasarkan Skala kemampuan Orang Tua Anak-anak, dengan demikian Orangtua yang kurang mampu tidak terhalang untuk mendaftarkan anaknya
Sebelum Yvonne datang ke Amerika Serikat, dia bekerja sebagai guru di Inggris dan metode pengajarannya sangat baik. Struktur belajar sangat teratur, hal ini sangat penting, sebab dengan demikian anak-anak tahu apa yang diharapkan dari mereka. Namun demikian di dalam struktur tersebut setiap anak masih dapat peluang untuk mengembangkan kepribadiannya melalui program belajar tertentu dengan tugas Pekerjaan Rumah yang positip, melaluinya mereka dapat merasa berhasil walaupun mereka sebenarnya belum mampu memegang pensil sebagaimana murid yang lebih maju. Dalam segalanya Sekolah tersebut berjalan sukses. Anak-anak belajar dengan cepat dan sangat bergairah. Tanpa terasa tahun pertama sudah berlalu.
Memasuki tahun kedua Anak-anak dari T K. beralih ke kelas satu SD.dan kamipun menerima anak-anak TK yang baru. Segera setelah itu kami menyadari bahwa kami harus meningkatkan fasilitas yang sesuai. Untuk itu kami harus memiliki bangunan yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang layak bagi sebuah Sekolah Swasta.
„Saya berharap bahwa kamu akan menemukan yang terbaik“, demikian Yvonne memberi semangat sementara ia, suami dan anak-anaknya sedang mengepak koper untuk liburan musim panas di tengah-tengah keluarga mereka di Inggris. Merekapun segera berangkat dan saya tinggal di Bristol untuk mencari tempat baru yang kami perlukan untuk Pusat Belajar Kreatif!
Sulit sekali untuk melukiskan apa yang akan saya jelaskan. Tetapi entah bagaimana, saya punya firasat yang pasti, bahwa saya akan mendapatkan pertolongan, dan bangunan itu akan tersedia bagi kami tepat pada waktunya. Saya tidak tahu apakah hal ini dapat disebut iman, namun saya memiliki keyakinan akan pertolongan Tuhan sehubungan dengan cita-cita tersebut.
Saya dibesarkan dalam keluarga Jahudi dan senantiasa menyukai adat sitiadat Yahudi dan upara-upacara kekeluargaan yang menjadi bagian terbesar dari kehidupan Jahudi. Namun satu pihak saya merasa malu, karena saya dilahirkan sebagai seorang Yahudi.
Ketika saya mulai masuk sekolah sekitar akhir tahun empatpuluhan dan awal tahun limapuluhan, saya sering dipukuli di jalan pergi maupun pulang sekolah oleh anak-anak yang menyebut dirinya sendiri „orang kristen.“ Mereka melemparkan kesalahan orang Jahudi atas kematian Yesus pada saya. Saya selalu pulang ke rumah dengan diiringi ejekan-ejekan mereka yang kadang-kadang, tiba-tiba menjadi teriakan amarah yang menakutkan, „Hai orang Yahudi kotor“. „Pembunuh Kristus“. Sebagai akibatnya saya menjadi pemalu dan tidak begitu disukai. Itulah sebabnya saya membenci segala sesuatu penyebab mengapa saya jadi dikucilkan. Saya menyembunyikan identitas saya sebagai orang Yahudi, dan setelah dewasa saya tidak menceritakan kepada siapapun bahwa saya berasal dari keluarga Yahudi bahkan tidak kepada teman terdekat saya sekalipun. Saya bersih keras berpendapat bahwa menjadi orang Jahudi, adalah suatu pilihan dan itu adalah agama, bagi saya adalah mustahil seseorang dilahirkan sebagai orang Yahudi.
Saya juga sangat tidak menghargai apa yang saya amati dalam agama kristen. Saya menghubungkan kekristenan dengan orang-orang seperti Hitler dan para pastor dari Polandia, yang –pada generasi kami–dengan kemarahan massa memasuki Getto Yahudi untuk membunuh keluarga-keluarga Yahudi sebagai imbalan akan kematian Yesus pada saat-saat perayaan Paskah maupun Natal. Saya juga memperhatikan ketidak senonohan orang kristen disekitar saya. Saya sering melihat orang-orang yang merasa dirinya benar ini pergi setiap minggu ke gereja dengan mengenakan pakaian terbagus. Di sana mereka bernyanyi dengan sekuat-kuatnya, tapi sebelum meninggalkan pintu gereja, mereka sudah mulai mengeritik dan menjelek-jelekkan sesamanya.
Tidak, pandangan saya tentang Tuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama manapun. Namun saya tau bahwa DIA mengasihi kita. Hal ini dapat saya rasakan jika saya mengamati bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit atau mengamati keindahan alam yang ditaburi salju. Saya merenungkan keajaiban bahan makanan yang diciptakan Tuhan untuk kita –dalam berbagai warna, bau-bauan maupun bentuk dan rupa, semuanya itu diciptakanNya untuk menyenangkan kita– maka saya tahu bahwa Allah itu nyata.
Pada musim panas 1974 saya mengalami kasihNya, ketika saya menantikanNya, untuk menemukan tempat Bangunan Sekolah yang kami butuhkan!.
Hari-hari musim panas berlalu begitu cepat dan permulaan musim gugur telah diambang pintu. Orangtua para murid menelepon dengan penuh pengharapan, dan saya selalu menjelaskan kepada mereka ,“ Belum ada, sampai sekarang kita belum menemukan bangunan, tetapi saya yakin pada waktu yang tepat kita akan memperolehnya!“
Saya sudah mencari dimana-mana, namun yang kami perlukan tidak tersedia. Sebagian bangunan terlalu mahal, yang lain tidak memenuhi persyaratan. Namun dua minggu sebelum Sekolah mulai , saya menerima telepon dari seorang teman.
„Eileen, saya mau menceritakan sesuatu padamu. Di belakang rumah kami ada sebuah bangunan sekolah yang tertinggal. Saya pikir itu adalah milik Pertamanan. Bangunannya masih baru, tapi sudah beberapa tahun kosong.“
Sebelum melihatnya secara dekat, saya sudah tahu pasti bahwa bangunan tersebut akan dapat kami gunakan untuk sekolah yang kami rencanakan!.
Pada hari berikutnya, bersama dengan kepala bagian pertamanan kami menjenguk bangunan tersebut. Kami harus menyelusuri semak belukar setinggi pinggang sampai kami tiba pada bangunan itu– sebuah bangunan rendah, dan datar ditengah-tengah lapangan tak terurus seluas 400 m². Kami masuk ke dalam. Lantainya tertutup oleh reruntuhan dan pecahan-pecahan kaca jendela. Dimana-mana dibutuhkan pengecatan baru, demikian juga perbaikan secara umum. Namun saya hanya dapat berkata: „Luarbiasa!“ Benar-benar tepat memenuhi kebutuhan kami. Bangunan tersebut punya 5 ruangan kelas, jendela- jendelanya besar dan punya pekarangan yang luas. „Saya sunguh menyukainya“.( kepala bagian pertamanan tersebut menjadi tertegun, memikirkan kesulitan tentang semak belukar yang nampak dimana-mana!)
Saya katakan padanya, bahwa saya benar-benar ingin menyewa bangunan itu untuk sekolah kami dengan harapan prosesnya pasti mudah.
„Baiklah“, jelasnya: „bangunan ini ada dibawah wewenang badan pengurus pertamanan, namun sebenarnya adalah milik kota Bristol. Saya pikir kalian harus terlebih dahulu mendapat ijin dari DPR setempat.
Keesokan harinya saya menelepon kantor DPR, jawabannya, anggota DPR sedang melangsungkan rapat bulanan mereka. „Tetapi“ kata sekertarisnya, „malam ini adalah pengambilan keputusan-keputusan rapat penting atas hal-hal yang mendadak diluar perencanaan rapat. Jika anda mau, saya akan masukkan nama anda dalam daftar acara. Nampaknya Allah menolong lagi. Saya berlari kerumah untuk menulis sebuah permohonan yang akan saya serahkan malam itu kepada anggota DPR.
Beberapa bulan sebelumnya Yvonne katakan pada saya bahwa kami harus mengangkat seorang Kepala Sekolah dari Inggris. Oleh karena sekolah tersebut semakin besar dan berkembang, sang Kepala Sekolah harus menyusun rencana pelajaran untuk tahun-tahun berikutnya. Uang kami sangat sedikit untuk membayar gaji, namun kami berharap penuh, bahwa kami akan berhasil mendapatkan seseorang dari Inggris melalui reklame sederhana dalam sebuah terbitan yang bernama “British Guardian“ yang berbunyi:
"Dicari seorang Kepala Sekolah yang dapat menyusun sebuah Rencana Pelajaran Tahunan, untuk sebuah sekolah kecil, di pantai timur U.S.A. gaji terbatas. Mary Poppins."
Semua jawaban yang kami terima bunyinya sangat ramah, kecuali dari seorang Ibu Kepala Sekolah dengan nada mengomel berkata: „Saya menghapkan gaji yang sesuai dengan pengalaman saya, dan saya tidak mengerti apa hubungan nama Mary Poppins disitu.“ Seorang pelamar bahkan memulai lamarannya dengan “Superkalifragilistic...“ Seorang yang lain menulis: „Walaupun saya tak punya payung namun saya mengasihi anak-anak. Akhirnya kami memilih ibu Kepala Sekolah yang sudah berpengalaman 23 thn ini. Semua hal ini saya jelaskan dalam surat kepada DPR, dan sebagai penutup saya menulis “ Tolonglah kami, agar kami dapat menyewa gedung tersebut untuk sekolah kami. Terlalu berat bagi kami untuk berkata kepada anak-anak bahwa Mary Poppins tidak ada!“ Saya yakin bahwa mereka sangat jarang menerima bentuk surat permohonan seperti ini!
Berhubung karena saya belum pernah ke kantor DPR sebelumnya, maka saat menunggu pembukaan rapat adalah saat yang sangat menegangkan buat saya. Saya menyerahkan surat permohonan tersebut kepada anggota DPR. Bapak Bupati mengumumkan bahwa beliau telah siap untuk memulai rapat pengambilan keputusan atas hal-hal mendadak hari itu. Diam-diam saya berharap bahwa anggota rapatpun telah siap sedia mendengar permohonan saya!
Saya menceritakan sejarah Pusat Belajar Kreatif dan kerinduan kami yang kami nyatakan dalam surat untuk menyewa gedung tersebut. Saya menawarkan bahwa kami bersedia membayar sewa gedung 200 dollar per bulan dan akan menanggung segala biaya perbaikan. Apakah peserta rapat bersedia memberikan ijin sewa bagi kami?
Para anggota DPR mengambil tempat diruang tertutup untuk mendiskusikan hal itu, kemudian Bapak Bupati keluar dengan kejutan baru. “Kami telah mengambil keputusan bahwa saudara-saudara dapat menyewa Gedung tersebut selama 9 thn. dengan syarat; setiap tahun pembayaran sewa akan diperiksa,“ kata beliau.“ Kami memutuskan bahwa saudara-saudara akan membayar 1 dollar pertahun dan pihak pertamanan akan membersihkan salju pada musim dingin dan menggunting rumput pada musim panas.“ Saya begitu kagum dan terharu sampai saya tidak mampu lagi membendung airmata. „Tetapi,“ kata beliau sebagai penutup, Saudara harus minta ijin dari Jawatan Penata Kota, Pendidikan, Pertamanan, Pekerjaan Umum, Kantor Bupati, dan terakhir kemudian kembali minta ijin dari DPR. Dengan demikian saudara akan menerima Surat Pengesahan Kontrak.
Sebagian orangtua murid turut bersama saya pada rapat tersebut dan mereka turut tercengang atas berita baru tersebut. Adalah sangat jarang bahwa anggota DPR secara keseluruhan seia sekata dalam mengambil keputusan khusus pada tahun Pemilu. Tetapi mereka semua memberikan satu suara untuk sebuah Sekolah Swasta menyewa bangunan pemerintah selama 9 thn. dengan sewa hanya 1 dollar pertahun. Kami semua sangat gembira.
Saya tidak menduga bahwa urusan dengan pihak Pekerja Harian Umum dan DPR bisa tak berujung. Saya hanya tahu bahwa degan pertolongan Tuhan sekolah tersebut dalam dua minggu harus sudah siap pakai. Dan jalan didepan kami satu demi satu terbuka. Beberapa hari sebelum peresmian pembukaan sekolah tersebut kami sudah mendapatkan semua ijin dari semua pihak pemerintah sehubungan dengan penyewaan gedung tersebut. Satu-satunya kesulitan yang kami hadapi ialah bahwa pihak Perencanaan Kota mengharapkan sewa gedung sesuai dengan surat permohonan kami 200 dollar perbulan, tetapi ketika proposal itu kembali lagi ke pihak DPR mereka menegaskan bahwa pihak pekerjaan umum tidak berhak merubah keputusan rapat DPR yang menetapkan sewa hanya1 dollar pertahun. Oleh karena itu mereka memutuskan kembali bahwa hitam di atas putih sewa pertahun adalah satu dollar. Beberapa hari sebelum peresmian sekolah tersebut Ijin Kontrak sudah ditandatangani, semua surat-surat lainnya juga sudah ditangan dan sayapun menerima kunci gedung Pusat Belajar Kreatif.
Saya tidak pernah menyadari muzijat besar ini, sampai pada suatu hari ketika sekretaris di Kantor Bupati mengajukan pertanyaan dengan nada marah pada saya,“ Bagaimana mungkin anda dapat menyelesaikan urusan seperti ini secepat itu ? Saya bekerja untuk Bupati, tapi seandainya urusan ini menyangkut diri saya sendiri sekalipun, saya yakin hal itu akan membutuhkan waktu paling tidak 6 bulan sampai ijin dari semua jawatan keluar!
Pada suatu hari ketika saya meninggalkan kantor DPR (yang kemudian menjadi tidak asing lagi bagi saya), salah seorang dari bagian pemeriksa keuangan memanggil saya. Sebelum berbicara beliau mendehem, Hm, ya ...bagaimana dengan sewa gedung ? Hampir tak yakin, oleh karena banyaknya urusan sampai-sampai saya lupa membayar sewa gedung tersebut. Saya membuka tas dan segera membayarkan 1 dollar sewa tahun pertama dan berdua kami sama-sama tertawa. Keesokan harinya saya menelepon dinas perairan. Bolehkah kami segera mendapatkan sambungan air ? Sambil memohon saya juga menjelaskan keadaan yang sangat mendesak tersebut. Hari berikutnya mereka menjawab.
Tapi kami tidak menemukan adanya Saluran air ke Gedung tersebut.jawab seseorang menjelaskan pada saya dalam telefon. Kamipun menelepon bagian perencanaan kota. Dinas telkom dan dinas listrik sampai kami mendapatkan informasi yang secukupnya. Pemerintah daerah langsung terjun untuk mengadakan penelitian seperlunya buat kami. Akhirnya mereka menemukan bahwa gedung yang baru saja kami sewa untuk jangka waktu sembilan tahun itu, ternyata berbatasan dengan sebuah rumah tempat tinggal yang oleh pemerintah setempat baru dirobohkan. Semua sistem persediaan untuk gedung adalah satu dengan rumah yang telah dibongkar tersebut. Ternyata kami menyewa sebuah gedung kosong, tanpa aliran air, tanpa aliran listrik, tanpa aliran telepon, juga tanpa aliran pembuangan air, bahkan alat pemanas ruanganpun hilang lenyap. (Pemerintah setempat sama sekali tidak mengetahui semua hal ini ketika mereka menyewakan Gedung tersebut pada kami)
Kamipun menyerukan rapat mendadak orangtua murid. Saya menjelaskan semua persoalan kepada mereka. Kami membiracarakan hal itu panjang lebar tapi tak seorangpun yang dapat memberi jalan keluar yang didambakan. Para murid sudah bersemangat dan jumlah anak-anak mencukupi, ditambah lagi dengan keajaiban-keajaiban yang luar biasa yang kami alami untuk memperoleh gedung tersebut, dan kami tidak mampu membayangkan hal itu tertunda begitu saja. Oleh karena itu tiga orangtua murid memutuskan akan menyediakan uang pinjaman sebayak 350 dollar untuk pembiayaan segala renovasi yang dibutuhkan. Sebagian orang tua menawarkan diri untuk menangani pekerjaan dengan demikian terjadilah muzijat-demi muzijat.
Mujizat pertama, seorang ayah murid bekerja di sebuah perusahaan pipa tembaga, beliau menawarkan untuk mendatangkan pipa-pipa saluran air yang kami perlukan dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan bagian perairan. Keesokan harinya saya menelefon pihak perairan.
„Saya ingin tahu, apakah kami boleh memasang saluran air sendiri ? tanya saya pada personal yang menerima telefon saya. „Apa?“ ulangnya di seberang, „Belum pernah hal itu terjadi dalam sejarah! Belum seorangpun sampai sekarang mengajukan pertanyaan seperti itu! Saya akan menghubungkan Anda dengan atasan saya.“ „Saya mau tanya apakah kami dijinkan untuk memasang sendiri saluran air ke Gedung sekolah kami ? tanya saya pada personal berikutnya dalam telefon, walaupun saya tidak lagi begitu bersemangat seperti semula! „Pertanyaan yang aneh, luarbiasa! Belum pernah saya mendengar pertaanyaan seperti ini! Anda harus menghubungi direksi secara langsung. Beliau sedang cuti sakit di rumah karena kakinya patah.“ dan orang tersebut memberikan nomor telefon berikutnya. „Saya ingin tahu apakah kami mungkin mendapatkan ijin untuk memasang sendiri saluran air ?“ tanya saya pada direksi, yang oleh karena patah kaki dapat dicapai di rumah pada saat itu. „Saya yakin dalam sepanjang sejarah pemasangan air, hal ini belum pernah terjadi.“ Saya akan menghubungkan Anda dengan kepala jawatan perairan. Saya pikir beliau sedang main golf.“ Dan diberi nomor telefonnya.“Saya ingin tahu apakah kami mungkin mendapat ijin pemasangan sendiri saluran air!“ tanya saya pada kepala jawatan perairan tersebut seperti seorang pengusik.
„Kami tidak punya contoh kasus, dan saya pikir kasus seperti ini belum pernah terjadi.“ Lalu beliau mengusulkan agar saya membicarakan hal itu dengan orang yang telah saya hubungi sebelumnya. Akhirnya beliau menyadari bahwa tak seorangpun diantara mereka yang dapat memberikan keputusan kecuali beliau sendiri.“Baiklah“ jawab beliau dari seberang „Saya tidak melihat alasan untuk menolak permohonan tersebut selama Anda bertanggungjawab dan bersedia menanggung segala biaya jika terjadi kerusakan pipa saluran.
Dalam urusan-urusan lainnya kami menemukan pengalaman-pengalaman yang mirip. Seorang ayah murid lainnya adalah pegawai dibagian penyaluran pembuangan air di satu perusahaan. Beliau menawarkan kepda kami sebuah mesin pengeruk bekas pakai untuk meletakkan pipa-pipa saluran dan kabel dibawah tanah. Perusahaan dimana kami memesan kaca jendela memberikan harga pokok pada kami, jika kami bersedia memasang sendiri. Kantor telekom membebaskan kami dari biaya pemasangan tongggak telepon, bahkan dimana kami membeli cat kami diberi kuas dan penjual pitza menghadiahkan kami coca cola!
Dalam jangka dua minggu kami telah meletakkan 230 m kabel bawah tanah dan sambungan telefon, menegakkan dua tonggak telefon, meletakkan sistem tanda bahaya kebakaran, sekitar 200 m saluran pebuangan air, 330 m pipa air, memasang 70 jendela, alat pemanas dengan minyak dan mengecat keseluruhan 5 ruangan kelas.Permulaan belajar hanya dua minggu tertunda. Seluruh pekerjaan menghabiskan biaya sekitar 3500 dollar (akan jauh lebih mahal seandainya semua firma mengharapkan biaya yang seharusnya. Semua hal ini tidak lain kecuali mujizat. Saya yakin setiap orang dan seluruh orang tua murid berpendapat yang sama dengan saya: Tuhanlah yang telah membuka segala jalan dan memungkinan kelangsungan Pusat Belajar Kreatif. Walaupun saya tidak membicarakan hal itu dengan mereka, namun bagi saya, tidak ada alternatif lain.
Pada hari ulang tahun saya, saya kembali mendapat satu pelajaran baru. Nampaknya atas semua keberhasilan tersebut, tak seorangpun yang berterimakasih pada Tuhan. Pada hari itu mereka menghadiahkan saya sebuah pesta kejutan dan sebuah kue ulangtahun. Pada kue ulangtahun tersebut tercantum:
„Selamat untuk Mary Popin kami!“
Pada detik itu saya menyadari bahwa semua orang mengalihkan segala pujian bagi saya.
Hal lain telah terjadi dalam hidup saya pada saat yang bersamaan. Keadaan keluarga saya hanyalah bagaikan tumpukan puing-puing. Saya bergumul habis-habisan untuk mencari keputusan bercerai atau tidak.
Hal ini menjerat saya dalam sebuah dilema, saya sungguh tak bisa menganggap remeh persoalan tersebut ataupun seolah-olah menganggap keputusan tersebut sebagai suatu keputusan yang mudah. Di pihak lain saya merasa tidak punya peluang untuk mendiskusikannya dengan siapapun. Masalah antara suami dan istri adalah masalah yang menyangkut kepribadian kedua belah pihak. Akibatnya saya merasa dari segala pihak saya tidak punya hak untuk mengeluhkan segala kesulitan yang saya hadapi tersebut kepada siapapun.
Setiap perceraian selalu membawa akibat yang menyakitkan yang bersangkutan. Nampaknya perasaan bersalah dan dipersalahkan tidak akan pernah berakhir. Hal itu adalah pengalaman yang sangat menyakitkan, dan saya tidak mau menampakkan hal itu seolah-olah hal yang mudah bagi saya. Dengan sisa kekuatan yang ada pada saya, setelah berjuang dan bergumul habis-habisan, akhirnya saya menyerahkan rumah dan segala keadaannya pada suami saya. Saya beserta kedua anak kami, pindah ke Bristol. Hal itu adalah sejarah tragis dalam hidup saya.
Malam pertama di rumah kami yang baru, segala sesuatu terasa asing. Saya tau bahwa keputusan yang saya ambil adalah keputusan yang terbaik, namun saya merasa tidak aman bercampur dengan perasaan ditinggalkan. Secara serampangan saya mengambil sebuah buku untuk saya bacakan buat anak-anak saya sebelum mereka tidur, setelah saya dengan anak-anak membicarakan arti semua perubahan tersebut bagi mereka, (Pada saat itu Michael baru berumur 4 tahun dan Joey berumur 7 tahun.) Titel buku tersebut ialah:Johan J. Tengik dan Yan Bendungan“ Sementara membacanya saya sama sekali tak mampu membendung airmata saya, sebab isinya seolah-olah sebuah singkatan dari sebagianyang sedang saya hadapi. Saya punya firasat bahwa Tuhan mengetahui semua hal itu.
„Johan Tengik dan Jan Bendungan“
Kalau bukan dua puluh tahun yang lalu,
sepuluh tahun yang lalu,
hiduplah seekor semut namanya Johan J.Tengik.
setiap hari, hujan maupun panas terik,
Johan J.
dengan rajin bersama semut lainnya,
di ranting bakaran, sepanjang hari ia mencari nafkahnya
Sisa-sisa makanan ataupun telur serangga;
semua dia
pikul kerumah, diatas kepala.
Dan Johan J. merasa bahagia,
kebahagiaan yang hanya dimiliki oleh seekor semut seperti dia.
Jika ia membawa beban kerumah,
ia menjadi sangat besar bagaikan sebuah kemah.
Pekerjaan itu berat, tetapi Johan, J. atau semua semut lainnya
akan berkata:
„Lagi,
Ambil lebih banyak lagi!
untuk bermain waktu tidak ada lagi!
Musim dingin segera kan tiba kembali!“
Akibatnya setiap hari,
sepanjang musim panas, ketika burung bernyani,
Johan Tengik dengan beban dibahu
membawa
telur serangga, makanan sisa apa saja yang terjangkau
ngengat, pucuk dahan ataupun daun-daun sayuran,
ulat-ulatan, laba-laba maupun buah-buahan,
lebah asapan,
bahkan segala sesuatu yang biasa dijadikan santapan.
Di sebuah lumbung tinggi ia isi,
ia mengamati lalu berseru lagi
„Lagi!
Ambil lebih banyak lagi!
untuk bermain waktu tidak ada lagi!
Musim dingin segera akan tiba kembali!“
Namun di sini saya harus tambahkan,
Johan J. punya adik perempuan
yang ia amat
sangat sayangi,
sampai tiba pada suatu hari
pertemuannya dengan sang belalang
yang mebawa nasib malang.
Sang belalang berkicau memukau amat sangat,
(walau
hal itu langkah dikalangan semut sejangat)
jatuh cinta pada pandangan pertama!
„Jangan adikku!“ seru Johan J, „malang bagimu akan menimpa!“
Sayang, ia tak dapat menghalanginya,
sebab musim dingin mendekat saatnya,
dan ia harus mebawa bekal baru ke rumahnya,
sang adik pergi meninggalkannya,
pergi bersama sang lalang Jan Bedungan.
Namanya selalu dipikul,
biola tetap disandangan,
akhirnya merekapun menikah.
Sepanjang masa berbunga-bunga
Jan mengumandangkan lagunya;
"Musim kering itu panas".
Oleh hujan maupun matahari, jagung tumbuh semakin tinggi,
Ketika waktunya tiba, cinta bersemi di lubuk hati.
Sepanjang musim panas orang suka mendengar,
dentingan lagu dari jauh dekat berbingar.
rumput hijau, bayangan dan mentari,
lagu cinta mengalun dan menari.
Jan bermain dalam peredaran bumi.
Istrinya rebah di dalam kemah hijau yang sunyi,
mendengar denyutan jantung musim panas,
dalam gesekan biola
pedih dan manis.
Matahari muncul, matahari tenggelam,
Musim panas berlalu, menguning dan memerah dedaunan.
Musim gugur masuk, dingin pasti segera tiba,
dan musik berkumandang: „Dunia adalah tua“
namun tidak demikian laguku, ia tetap baru,
kasihku yang manis aku setia padamu.
Musim panas dan musim gugur tinggal impian,
gesekan bunyi biola hampir berlalu dari dunia.
Dari musik orang dapat mengenal, bahwa waktu telah berubah.
Buluh-buluh yang melekat di sayap-sayap menahan nafas.
Pepohonan yang tenang dipegungungan membungkukkan diri,
kumtum-kuntum terakhir mengembang, untuk melambangkan airmata.
gesekan musik terakhir hampir berlalu.
dari bukit dan lembah, angin segar meniup.
Johan tengik memikul dan menggiring sebuah beban terlalu berat
Ia mendengar lagu itu, ia mendengar nyanyian dari jauh dan dekat.
„Ambil lebih banyak lagi!“ serunya, „Ia sudah dekat di sana!
Musim dingin datang juga untuk keduanya!
Biarlah mereka terus memainkan biolanya,
saya bekerja untuk bertiga.
Biar mereka bermain biola dari lembaran yang melekuk,
jika sementara es dan saju datang berdampingan.
Saya berani bertaruh, bahwa biola itu akan bisu membeku.
Dari milik kepunyaanku mereka harus menjauhkan.
jika saatnya tiba.“ Johan menyebut hal itu,
ketika ia berlelah dengan sebuah tong besar.
„Dari saya mereka tidak akan memperoleh apa-apa,“
kata Johan dan makan dengan lezatnya
pada hari pertama dengan salju dan cuaca dingan,
sebab ia takut akan perbekalannya.
„Aku harus memalang pintu,“ pikir pahlawan kita.
Dia tau, musik itu telah berhenti.
Dengan tenag ia mendengarkan – Sunyi sepinya bumi.
Tidak ada keributan yang masuk.
Apakah ia benar-benar yakin ?
„Persis seperti yang saya ucapkan,“ pikirnya dengan amat marah,
meninggalkan pitunya dan membaringkan diri.
Johan baru terbangun karena lapar
dengan mata terbelalak ia sangat kaget
dari gudang persediaan yang mencapai atap ia melihat,
dari segala yang terbaik, namun bukan untuk tamu.
Kini ia akan menikmati serangga yang lezat
dan dua buah telur kumbang dan kutu biri-biri panggang
mungkin dengan segelas anggur distel.
Demikianlah Johan duduk makan sendirian.
Dia benar-benar memenuhi piringnya,
ketika sebuah suara memanggilnya: „Tunggu!
Apa yang terjadi jika musim dingin menguasai,
dan gudang persediaanmu berakhir?
Lebih baik kamu menunggu satu hari bahkan dua hari,
baru makan, apa yang dikendaki oleh musim dingin, sungguh tak menyenangkan.
Engkau telah berjerih lelah, untuk mengumpulkan semuanya itu
Tapi dapatkah kamu yakin bahwa semua itu cukup bagimu?
Maka Johan menunggu dan berpuasa di busut semut,
sebab kekuatan musim dingin menguasai di luar.
Ia meraih sebuah remah-remah setiap 10 hari atau kapan saja,
tapi ia menggigil atas ketakutan
apakah ia telah menyia-nyiakan sesuatu.
Segala yang ada dalam gudang persediaan sama sekali tak dinikmatinya.
Demikianlah dengan Joan sampai musim semi membangunkannya.
Bulan meret ia akan bebas,
matahari akan lebih panas, musim dingin sudah berlalu.
Di sana Johan berdiri dengan perut kosong
dan mengeluh atas gudang persediaan yang besar,
yang tak terusik itu, namun ia berpikir:
„Ambil lebih banyak lagi!“
„Saya sudah punya pelajaran utnuk tahun ini juga,
saya akan menumpuk dua kali lipat lebih tinggi.
Musim dingin mungkin tidak akan berlalu,
maka seharusnyalahgudang persediaan itu setiap hari mencukupi.
Saya punya prinsip.Ambil! Ambil lebih banyak lagi!“
...iapun beranjak dengan tangan kosong.
Dia belum mengambil beban pertamanya,
ya, sebenarnya ia belum pergi kejalan raya,
ketika ia berhenti dan dengan tenang di gerbang.
„Apa yang terjadi disana?“
Musik memekik ditelinganya.
dari jauh maupun dekat, dari lembaran kelembaran berikut,
nada melintas ditelinganya, sebuah nyanyian musim semi.
Sebuah elusan yang lebih lembut dari sebelum musim dingin,
dulu pemain biola beranjak dari kuntum ke kuntum
Itu adalah lagu yang sama yang kini dibawakannya.
Musim semi dan musim panas tenggelam dalam satu nada,
maka menarilah mereka jika musik berdenting.
Musik berdentang disana sini
dibawah sinar matahari dan bayang-bayang dalam satu langkah maju.
Itu adalah Jan yang bermain tahun lalu,
dan istrinya yang kecil masih berbaring disana
dan mendengar lagu kesayangan musim semi dikumandangkan.
Baru dan indah gesekan biola mengumandang.
Johan tengik, ach, hanya berpikir,
dia sedang mendengar sesuatu yang tak dapat dipercayainya.
Atau mungkin dia masih terlalu lemah untuk berdiri
dari semua ukuran kecil makanannya?
Ia mulai melangkah dengan goyah
dan jatuh tersungkur sebab sebuah kaki ketinggalan.
Ia berbaring di sana dan tak dapat tenang.
Dalam musik itu cinta akan terasa.
Maka ia harus mendengar sepanjang hari
apa yang diungkapkan musik itu padanya.
Saya berharap untuk tidak disalah mengerti sehubungan dengan dongeng binatang ini bahwa saya membela pemalas. (Bagaimanapun, bahkan setelah kerja keras pemain biola–betapa hampanya malam di musim semi tanpa iringan senandung sang belalang) Namun setelah membaca buku tersebut, khususnya malam itu, saya mendapat pengharapan gemilang, bahwa sebenarnya saya telah memiliki makna kehidupan. Sulit menjelaskannya, namun saya akan mencobanya.
Hampir setiap orang yang saya kenal saat itu kelihatannya merasa terjamin dan puas atas hidupnya. Tetapi untuk saya pandangan mereka masih terlalu sempit! Mereka bekerja keras, membersihkan rumah mereka, menghemat uang untuk membeli perabot yang lebih bagus dan menabung untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Saya tau bahwa semua hal ini benar-benar baik, namun yang mengherankan saya ialah, karena nampaknya dengan demikian seolah-olah sasaran hidup mereka telah terpenuhi! Sayalah satu-satunya orang diantara mereka yang terus mencacari arti hidup yang sebenarnya. Disamping memiliki rumah bagus, kekayaan dan masa depan yang terjamin pasti ada lagi yang lebih penting dalam hidup!
Sering saya mengalami konflik dalam diri saya sendiri atas nilai yang saya berikan terhadap sesuatu yang berharga bagi hampir setiap orang. Satu pergumulan besar saya alami setelah kelahiran anak saya yang pertama. Ketika dia berumur 18 bulan, pihak keluarga, hukum, dan teman-teman saya mendesak saya untuk kembali bekerja demi karier. Jelas sebagai seorang Master dalam bidang Pekerjaan Sosial ditambah lagi ijazah di bidang Bermain dan Terapi Keluarga saya bisa melipatgandakan pendapatan kami setiap bulan. Tettapi buat saya hal itu tak masuk akal. Hidup Joey bagi saya begitu berharga, saya tak dapat membayangkan betapa beratnya satu hari tanpa dia. Menurut saya menjadi seorang ibu adalah suatu tanggungjawab penuh tidak kurang nilainya dari mereka yang bekerja di kantor. Merawatnya pada masa kecil bagi saya jauh lebih berharga dibandingkan dengan khayalan-khayalan tentang masa depan yang gemilang. Maka sayapu tinggal di rumah merawat dan mengamati perkembangan pertumbuhan kedua anak saya! Tetapi melalui pengalaman- pengalaman yang mirip dengan hal itu, saya sering merasa sendirian dalam mencari makna yang lebih dalam dalam hidup. Nampaknya sangat sedikit orang yang dapat menikmati hidup pada hari ini, kebanyakan orang mengisi hidup dengan kekwatiran akan masa depan, bahkan hampir tak seorangpun yang saya kenal berpikir tentang makna hidup hari ini.
Mungkin saya masih belum mampu melukiskan betapa beratinya buku itu bagi saya pada malam itu. Untuk pertama kali saya merasakan kehadiran seseorang yang mengerti dan mengetahui jalan pikiran saya. Saya merasakan kasih Tuhan ketika saya membaca buku tersebut, hati kecil saya berbisik bahwa DIA mengerti pergumulan saya dan yang terpenting dari semua itu, saya menjadi sangat yakin bahwa saya ada dipihak yang benar–disamping hidup ini masih ada sesuatu yang lebih berharga.
Ivonne adalah benar-benar seorang sahabat dan kami sering bertukar pikiran dalam pandangan yang sama. Dialah juga satu-satunya saat itu yang saya anggap mengerti tentang kerinduan saya untuk mengadakan suatu perjalanan. Satu-satunya perbedaan kami ialah, bahwa Ivonne telah mengunjungi lebih banyak tempat, sedang saya baru sampai di bagian sebelah Kanada yaitu air terjun Niagara! Menurut saya adalah suatu pengalaman indah dan berharga bagi Ivonne ketika ia dengan ketiga anaknya (ketika itu mereka masih sangat kecil) dengan sebuah Kapal barang berangkat dari Amerika menuju Turkai untuk mengunjungi orangtuanya. Saya akan selalu tertawa bila ia menceritakan bagaimana angin telah mengombang ambingkan mereka dalam Kapal, dan dalam saat yang sama saya begitu mengagumi ketenangannya dan sifat humornya. Dia menceritakan perjalanannya ke Turki sampai hal-hal yang terkecil dan setiap kali dia menceritakan hal itu saya seolah-olah turut dalam perjalanan tersebut. Saya ingin sekali mengunjungi tempat-tempat lain, tetapi sebagian besar teman-teman sudah merasa puas tinggal dimana mereka tinggal, di Bristol, di Connecticut. Mengapa keinginan saya selalu lain daripada yang lain?
Ketika Ivonne tiba di Connecticut dari Turki, ia coba mencari hasil pekerjaan tangan dari Turki maupun buku tentang Turki, namun ia tak mendapatkannya. Sekarang, saya tidak tahu persis kapan mulainya, saya menemukan diri saya berbincang-bincang dengan Tuhan. Saya bangunsuatu pagi, Tuhan memerintahkan saya untuk pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Ketika saya tiba di sana IA memimpin saya ke sebuah toko buku dan ke arah rak buku-buku khusus. Dan ketika saya mulai belajar taat IA menunjukkan sesuatu tentang Turki pada saya! Ia memimpin saya melihat brang-barang dari Turki dan segala sesuatu tentang Turki dimana-mana. Tak ada yang melebihi keheranan saya saat itu. (kecuali mungkin Ivonne yang sudah setahun berusaha mencari tentang Turki tanpa hasil).
Dengan amat sederhana Tuhan mengambil sesuatu yang menarik hati saya dan menggunakan hal itu untuk menyatakan pada saya bahwa saya sedang mendengarkan suaraNya! Setiap kali saya terdorong untuk melakukan sesuatu yang IA inginkan, disana, kemana DIA menyuruh saya pergi, sudah pasti tersedia imbalan buat saya. Hal ini menolong saya untuk taat pada suaraNYA yang lembut tanpa harus mengerti apa yang sedang terjadi!.(Bahkan seekor anjing mampu mencium jejak kaki tuannya).
Pada akhir tahun kedua setelah bedirinya Pusat Belajar Kreatif, Ivonne bersama seluruh keuarganya pindah ke Cikago, sedang guru Musik dan Olahraga pindah ke Puerto Rico, maka saya harus mencari guru baru untuk sekolah tersebut. Saya meletakkan hal itu ke tangan Tuhan sebagaimana yang telah saya lakukan pada saat pengurusan Gedung tersebut. Namun kali ini nampaknya tidak akan begitu mudah. Saya tahu bahwa Tuhan akan menolong, tetapi ketika musim panas berlalu guru baru belum nampak, para orangtua murid menjadi semakin gelisah dari hari ke hari. Yang paling ribut dianataranya adalah Pendeta Smith dan istrinya. Mereka mulai menuduh saya sebagai orang yang tak bertanggungjawab. Mereka memperingatkan bahwa jika saya tidak segera mendapatkan guru baru, mereka akan mengusahakan administrator baru untuk sekolah tersebut!
Saya tidak membiarkan diri saya dipusingkan oleh ancaman mereka itu sebaliknya saya yakin bahwa Tuhan akan bertindak dan tidak akan membiarkan saya gagal! Saya menmukan seorang guru yang luar biasa untuk sekolah tersebut, persis satu hari sebelum sekolah mulai! Saya berharap bahwa semua orangtua murid akan turut bergembira dengan saya sebagaimana ketika mereka mengalami tahun gemilang mendapatkan gedung tersebut. Tetapi saat itu kehancuran sudah mulai. Karena beberapa alasan, mereka tidak percaya lagi pada saya bahkana tidak kepada siapapun. Pada tahun pertama dengan gila-gilaan mereka memberikan pujian pada saya atas kesuksesan sekolah itu, kini dengan cara yang sama mereka mencaci-maki saa karena agak lambat mendapatkan guru baru.
Beberapa hari setelah sekolah mulai, saya berangkat dengan Kreta Api menuju Iowa bersama Joey dan Michael untuk mengunjungi orangtua saya. (Selama libur musim panas, saya terikat dengan usaha mendapatkan guru baru, maka saya tak punya kesempatan bepergian dengan mereka). Ketika saya pergi, para orangtua murid dibawah pimpinan Pendeta dan istrinya mencuri sekolah tersebut! Fitnah disebarkan dimana-mana bahwa saya berangkat ke Turki! Sang Pendeta pergi ke Bank mengganti rekening atas nama saya menjadiatas nama Persatuan Orangtua Murid. Ia juga menukar semua surat ijin dan surat-surat rekening lainnya atas nama saya menjadi atas nama mereka Oleh karena ia mengenakan jubah kependetaannya, ia mampu mencuri sekolah tersebut tanpa kesulitan. Tanpa ada orang mepertanyakannya sama sekali.
Ketika saya tiba kembali di Connectuct beberapa minggu kemudian, saya kembali kesekolah itu, ternyata sekolah itu bukan lagi milik saya! Hanya tiga orang dari sekolah terssebut yang memihak pada saya – seorang janda bernama Baverley dan satu pasang suami istri bernama Sandy dan Jim. Mereka juga sangat tercengang seperti saya atas kejadian tersebut!
Pada minggu stelah saya kembali dari Iowa „Perasatuan Orangtua Murid“ yang baru mengadakan rapat, dan sayapun turut diundang. Baverly, Sandy Jim dan saya kami masih terikat dengan sifat humor kami dan kami memutuskan, bahwa melalui rapat malam itu saya harus „merampas kembali“ sekolah saya!
Pada permulaan rapat itu, suasana dalam ruangan amat kaku. Saya diperlakukan seperti seorang spion dari puhak musuh. Nampaknya tak seorangpun diantara mereka yang mengingat bahwa sekolah tersebut dimulai oleh karena kekwatiran saya atas masa depan anak saya! Mereka mempersalahkan saya dengan alasan tidak serius dalam mencari guru yang baru untuk sekolah tersebut.
Ketika gilirannya tiba buat saya, saya menjadi amat serius. Saya mencabut sebuah senjata mainan dan dompet saya sambil menjelaskan pada mereka bahwa saya datang untuk merampas kembali sekolah saya! Seolah-olah sebuah lelucon yang disengaja ditengah-tengah situasi yang menegang paling sedikit untuk meredakan suasana. Tetapi tak seorangpun yang tertawa, semuanya menduga hal itu serius. Oh, saya menjadi sangat terhibur malam itu!
Pihak „Persatuan Orangtua Murid“ menginformasikan pada saya, bahwa segala tanggungjawab saya sebelumnya sudah dipindahkan kepada orang lain. Tidak masuk akal! Mereka samasekali tidak tahu-menahu, bahwa mereka telah membahayakan dirinya sendiri dengan kata lain, mereka adalah pencuri-pencri sekolah saya! Tetapi yang paling tidak dapat diampuni ialah, mereka mulai memperlakukan Joey dengan tidak baik, bahkan tidak mengajar dia!
Beberapa waktu kemudian saya menyadari, bahwa tidak ada gunanya untuk terus bertengkar dan demi Joey harus saya melupakan sekolah tersebut. Oleh sebab itu bersama sekelompok kecil teman-teman kamipun membuat sebuah perencanaan. Pada suatu sore hari sabtu, kami pergi ke sekolah tersebut dengan mobil dan truk dan mengangkat semua peralatan, mebel dan segala sesuatu yang digunakan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah itu. (Semua yang kami, –Ivonney dan saya beli– ketika kami memulai Sekolah Kreatif itu. Secara hukum sekolah tersebut juga adalah milik saya walaupun mereka telah merubah segala surat-surat, sebab sayalah satu-satu dari pendiri sekolah itu yang masih tinggal di Bristol). Kami memutuskan, bahwa mereka boleh mendapat bangunan itu dengan segala problemanya. Kami hanya mengambil semua barang inventarisnya dan mencari bangunan lain untuk itu! Sementara itu saya pindah ke kompleks dekat sekolah di Bristol dan sekolah tersebut punya program yang sangat posip. Saya memutuskan untuk memasukkan Joey kesekolah umum tersebut, sampai kami dapat memulai sekolah yang baru. Di rumah bagian bawah rumah kami yang baru itu ada satu ruangan yang sangat besar, cocok untuk tempat semua barang-barang inventaris tersebut, selama kami belum mendapatkan gedung sekolah.
Dua jam berikutnya, dua orang polisi datang ke rumah saya. „Kami mendapat laporan dari Pendeta Schmidt yang mengatakan, bahwa anda telah mencuri barang-barang dari sebuah sekolah swasta,“ demikian mereka menjelaskan alasan kedatangan mereka itu, ketika mereka menunjukkan surat perintah tugas mereka itu.
Benar, saya telah mengambil sekolah saya sendiri“ jawab saya pada mereka.Tadi sore kami pergi ke sebuah sekolah dan mengambil semua peralatan dan perabot dan saya telah memasukkannya diruang bawah rumah saya.“ Kedua polisi itunampak menjadi bengong. „Selain itu secara kebetulan sekolah itu juga adalah milik saya!“ Lalu sayapun menunjukkan surat-suratnya. Mereka minta maaf dan pergi.
Hari-hari berikutnya, saya menerima telefon dengan ancaman-ancaman dari para orangtua murid dan juga kunjungan-kunjungan yang tidak menyenangkan dari mereka. Mereka memaksa saya mengembalikan inventaris itu. Kemudian saya tahu bahwa mereka telah membujuk Ivonney di Chicago, sebagai salah seorang dari pendiri sekolah tersebut untuk melepaskan hak pribadinya. Dengan tidak mengenal lelah Ivonney bekerja untuk sekolah tersebut dan oleh perhatiannya yang besar ia telah menjadi pengajar yang luar biasa. Saya menjadi sangat marah, karena mereka mencoba melibatkan Ivonney pada kesempatan yang jelek itu dan dengan melalui jalan itu mereka mencoba merusak persahabatan kami.
Seorang Hakim, Bruce Morris mendorong saya untuk mengadukan hal itu, dimana secara hukum sekolah itu adalah milik saya dan mereka sama sekali tidak punya hak atasnya. Tetapi dalam hati saya, saya tahu bahwa petengkarang itu adalah sia-sia, khususnya sehubungan dengan anak-anak saya. Itulah sebabnya, saya menelefon Pendeta Schmidt.
„Silahkan anda datang besok ke rumah saya untuk mengambil semua invetaris sekolah itu, tapi saya sama sekali tidak suka lagi melihat anda ataupun mendengarkan sesuatu dari anda!“
Minggu berikutnya saya mendaftarkan Joey ke sekolah umum terdekat.
Catatan Penulis: Sekolah tersebut hanya dapat diperpanjang selama empat bulan, sebab "Pimpinan" baru berpendapat sekolah itu harus ditutup. Untungnya bangunan tersebut masih tetap dipergunakan sebagai gedung Taman Kanak-kanak.